Thursday, March 23, 2006

Mengukur waktu dalam peta negaraku.



Dari sabang ke merauke.
Kubentangkan waktu melaju.
Mengarungi awan mengarungi segara,
Dan. Menjumputi lagi waktu yang hambur.

Anak-anak yang terlahir,
Dalam keranjang tahun yang semakin sempit.
Bias dijendela kaca mobil tua.
Bertanya: “ ayah apa sebenarnya warna bendera kita?

Sedang anggun kibasan panji peperangan,
Panglima perkasa menghunuskan senjata.
Tapi dalam ganas lipatan selimut,
Ia menyerah pasrah detik itu jua.

Lemah dan tak berdaya.
Anak-anak malu untuk lahir kembali.
Dan terpaksa harus dioprasi,
Ditengah bising demonstrasi.

Disutau tempat yang terhormat,
Para pangeran berkaelahi,
Hanya karma salah komfirmasi.
Tapak darah memanjang didahi rakyat.

Dalam daging sembilu dipatri.
Karena subsidi yang berkarat.
Sedang hati membutakan diri,
Oleh tenar yang semakin dahsyat.

Dalam panggung pertunjukan,
Menhitung dan menimbang harus cermat.
Agar tak salah mencantumkan alamat,
Mana penjara atau hotel bintang lima.

Tak ada lagi jam untuk ku,
Kelelawar mencurinya waktu hampir pagi.
Karena sipenjaga meringkuk bermimpi,
Tentang pakaian Itali.

Waktu kemudian,
Aku menunggu karam diteras rumah.
Ditemani penyair tua,
Membaca puisinya renta.

Dilayarkaca yang sempit,
Laut pecah menjadi nurani yang lungkrah.
Kejayaan samudra dikemas dalam botol,
Dan dipajang di meja kantor.

Sementara anak-anakku besar
Dengan rasa Amerika.
Aku harus membeli tahu buatan kakek
Merek dagang sakura.

Lelah saat tiba,
Dihujung peta,
Kutulis wajah ibu dengan seribu duka.



Solo, okt 2005.
Ali Shadlle.

No comments: