LING-LUNG
Dua hari yang lalu, ia membuat janji pada kekasihnya. Tapi buyar semuanya ditengah bising kota yang sibuk, janji tak dapat ditepati hanya karena Bigbos, terlambat dan rapat direksi ditunda. Dia hanya bisa mengutukinya dari belakang. Bayangka jika ia yang telat, menurut aturan kantor, gajinya akan dipotong jika berkali-kali maka PHK-lah hukumannya. Itu sebuah eksekusi mati. Lalu semuanya menjadi anak-anak yang merajuk, diam dan cemberut. Ada pula menggigiti kuku, mencoret-coret, dan Lusi mengusap tisu ke sisi dalam matanya.
Sore menjadi senyap. Dering telephone menjadi helaan nafas yang panjang. Lusi yang dari tadi menjadi yang duduk dikursi pesakitan, cepat bereaksi. “ hallo” sedikit tegang dan tertahan. “ baik pak” menjadi tegang. “ Baik pak” jadi penasaran. “ belum pak” tambah penasaran, makin senyap. “Baik pak… terimakasih pak…. kembali… Tuuuuuuuuut klek…….. Nada putus jadi helaan nafas panjang dan mendebarkan. diakhiri oleh senyum nyinyir Lusi “ kita pulang”. Lalu gaduh yang mengaduh dalam keran yang sumbat beberapa saat pecah kedalam ruang sadar yang sangkal.
Dalam perjalanan pulang yang terburu. Waktu yang himpit diputaran roda diantara lampu merah, hijau menjadi kabar gembira. Tancap gas lagi. Sedikit rem dan oper gigi. Tiba-tiba. Paku sebesar lidi memaksa untuk mencacimaki. Dalam menunggu yang menambal waktu, kios buku bekas disebelah cukup membuang kesal yang terlanjur kumal didalam hati. Sesaat ia terbahak, cerita dalam komik judulnya LANG LING LUNG, menggelitik, kesialan sehari jadikan ia lupa membaca LANG. (januari 2006)
No comments:
Post a Comment